Pengaruh Jenis Kelamin dan Faktor Sosial terhadap Kesehatan Rongga Mulut, Tingkat Perawatan dan Pilihan Bahan Restorasi Gigi pada Pasien Dari Fakultas Kedokteran Gigi

Brita Willershausen, Saskia Witzel, Sebastian

Schuster, Adrian Kasaj

Abstrak: Tujuan: Sikap terhadap kesehatan rongga mulut dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat pendidikan dan latar belakang sosial pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kemungkinan hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan kesehatan rongga mulut termasuk pilihan restorasi gigi. Metodologi: Total 2374 pasien (umur: 18-80 tahun) dari Universitas Kedokteran Gigi dinilai. Kriteria inklusi adalah paling sedikit 15 gigi yang tersisa dan kesehatan umum baik. Sebagai tambahan, dikumpulkan data anamnesis, informasi mengenai tingkat pendidikan dan pekerjaan. Penilaian gigi meliputi jumlah gigi, perawatan endodotik, tipe restorasi (pengisian saluran akar, bahan restorasi) termasuk radiografi panoramik gigi (OPG). Hasil: Pasien perempuan menunjukkan persentase restorasi yang secara signifikan lebih tinggi, mahkota gigi yang lebih banyak dan lebih banyak gigi yang ditambal dibandingkan laki-laki (P<0.01). Pasien dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki restorasi yang lebih mahal, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan rendah memiliki restorasi yang tidak mahal. Akan tetapi, pasien yang memiliki asuransi kesehatan pribadi menunjukkan tingkat lesi karies yang lebih rendah. Kesimpulan: pasien yang diperiksa menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dan tipe restorasi gigi tapi pasien perempuan memiliki jumlah gigi yang lebih sedikit dan lebih banyak restorasi.

Kata kunci: caries lesion; dental restoration; gender; sosial faktor

Pendahuluan

Sikap terhadap kesehatan umum dan rongga mulut dipengaruhi oleh kemungkinan berbagai jenis perawatan dan faktor sosial. Populasi dari golongan social yang lebih rendah cenderung memiliki penyakit periodontal kronis, tapi mereka tidak mengunjungi dokter gigi secara teratur khususnya mengenai tindakan kesehatan pencegahan. Akhter dkk. menyatakan bahwa alasan pencabutan gigi permanen berhubungan dengan faktor sosial ekonomi, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok dan frekuensi pembersihan gigi. Akibat adanya keadaan yang merugikan atau diskriminasi sosial dilaporkan dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Chavers dkk pada orang dewasa usia 45 tahun ke atas menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dan pendapatan rendah memiliki kesehatan gigi yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien dengan derajat pendidikan universitas dan pendapatan yang terjamin.

Jamieson dkk memeriksa alasan tidak dirawatnya gigi yang rusak pada populasi Australia umur 15 – 34 tahun. Mereka menemukan bahwa pasien yang bermukim di daerah rural menunjukkan lesi ksries yang lebih banyak; penyebab lain kerusakan gigi adalah pendidikan rendah, rasa takut ke dokter gigi dan kurangnya asuransi gigi. Hubungan antara tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan rongga mulut pada penduduk Halsinki yang tua dapat ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Siukosaari dkk. Mereka melaporkan bahwa subjek dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki gigi yang lebih banyak. Penelitian oleh Cimoes dkk di Brazil bagian timur laut mendukung hipotesa ini. Pada survey mereka, mereka menemukan bahwa sosial ekonomi dan data geografi dihubungkan dengan kesehatan gigi; populasi dengan golongan sosial yang rendah memiliki jumlah gigi yang hilang karena karies yang secara signifikan lebih tinggi

Dumitrescu dan Kawamura menilai status psikologi pada populasi orang dewasa Romania dan menyelidiki hubungan antara keputusasaan dan status kesehatan rongga mulut. Mereka menunjukkan bahwa subjek putus asa memiliki lebih banyak gigi karies yng tidak dirawat dan memiliki pengalaman sakit gigi dalam 3 bulan terakhir. Borrell dan Crawford menunjukkan dalam penelitian baru-baru ini bahwa ketidaksamaan periodontitis dihubungkan dengan pendidikan, pendapatan, ras, dan etnis dan masih berlaku di Amerika Serikat dalam waktu yang lama.

Latar belakang pendidikan nampaknya memiliki kepentingan yang lebih besar dalam korelasi ini daripada situasi finansial pasien. Penelitian Krustrup dan Petersen menyatakan bahwa orang dewasa usia 35 – 44 dan 65 – 74 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah menderita penyakit periodontal lebih sering dibandingkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, hubungan pendapatan pasien dan kondisi periodontal dibawah tingkat signifikan.

Selain itu, dapat dikatakan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih merawat kebersihan gigi mereka, menggunakan tindakan profilaksis lebih sering dan mereka terlihat kurang takut menerima perawatan gigi.

Risiko mendapatkan berbagai penyakit dipengaruhi oleh komponen sosial yang berarti bahwa hilangnya status sosial populasi menunjukkan risiko yang lebih tinggi mendapatkan penyakit ini. Pengaruh variasi ras dan etnis terhadap kesehatan rongga mulut diperiksa pada penelitian yang dilakukan oleh Reid dkk. Penulis menunjukkan bahwa non-hispanic kulit hitam dan Meksiko-Amerika memperlihatkan peningkatan risiko karies yang tidak dirawat dibandingkan dengan non-Hispanik kulit putih.

Penelitian kesehatan German Micheelis ketiga dan keempat dari tahun 1999 dan 2006 menegaskan hubungan kesehatan gigi dan latar belakang sosial. Karies, penyakit periodontal dan edentulous lebih jelas pada golongan sosial yang lebih rendah daripada golongan sosial menengah dan atas. Sesuai dengan survey sosial yang lain, penelitian ini menunjukkan bahwa populasi dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih sering berkunjung ke dokter gigi untuk tujuan pemeriksaan. Perlu dicatat bahwa subjek yang memiliki asuransi dengan kemampuan financial yang lebih rendah memilih solusi gigi yang lebih murah untuk menghindari beban finansial. Menurut diskusi politik tentang sistem kesehatan saat ini dan kemungkinan pengaruh perbaikan perawatan kesehatan terhadap bagian yang merugikan populasi secara sosial, merupakan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari ketidaksesuaian dalam sistem perawatan kesehatan gigi yang ditentukan olah jenis kelamin dan latar belakang sosial menggunakan pasien di rumah sakit universitas.

Bahan dan Metode

Pasien dari fakultas kedokteran gigi (Johannes Gutenberg University Mainz) dipilih untuk penelitian ini. Semua pasien memberikan persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan data yang didapat dianalisis tanpa diketahui namanya. Pasien datang ke Fakultas Kedokteran Gigi karena nyeri akut, perawatan gigi biasa atau pemeriksaan rutin. Dari masing-masing pasien tersedia radiografi panoramic digital (OPG); indikasi klinis diberikan karena kebutuhan perawatan, nyeri atau menentukan lesi apikal kronis dan penelitian dilakukan sesuai pengesahan dengan hasil panduan di Declaration of Helsinki. Kriteria inklusi adalah paling sedikit ada 15 gigi yang tersisa, umur antara 18 dan 80 tahun dan tidak ada penyakit sistemik yang parah. Disamping itu data anamnesis, penyakit umum, tinggi dan berat badan (BMI) serta pengobatan dicatat.

Selain itu, pasien ditanya mengenai tingkat pendidikan dan pekerjaan dan dimasukkan kedalam 4 kategori sosial yang berbeda. Subjek dengan sekolah dasar (setelah 9 tahun sekolah) dimasukkan dalam kategori pertama, subjek dengan sekolah menengah (setelah 10 tahun sekolah) dimasukkan dalam kategori kedua, subjek yang tamat dari sekolah tinggi tapi tidak lanjut ke perguruan tinggi dimasukkan dalam kategori ketiga, dan kategori terakhir (keempat) diisi oleh pasien yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Dokumentasi gigi meliputi jumlah gigi yang hilang, gigi yang rusak, gigi yang direstorasi. Mengenai poin terakhir, penting untuk mencatat bahan restorasi, yang disebutkan sebagai beikut: composit-resin atau tambalan amalgam, inlay keramik atau emas, perawatan saluran akar, mahkota (metal, keramik), mahkota sebagian (metal atau keramik) perawatan endodotik temasuk implan gigi. Semua restorasi yang diperiksa didaftar untuk setiap gigi, dan untuk bahan yang berbeda yang digunakan di satu gigi dicatat secara terpisah.

Analisis Statistik

Data klinis pasien diukumpulkan dan dianalisa secara statistik dengan menggunakan spss, 15.0 for windows software (SPSS inc., Chicago, IL. USA). Nilai yang missing dicatat sehingga disebut ‘nilai missing’. Analisis deskriptif dari data metris dilakukan dengan pengukuran statistik dari nilai rata-rata dan standar deviasi (SD). Kriteria kategorial digambarkan dengan menggunakan frekuensi absolut dan relatif. Evaluasi penelitian merupakan karakter eksploratif. Untuk perbedaan statistik berdasarkan faktor tertentu, digunakan uji Mann-Whitney untuk 2 variabel (misalnya jenis kelamin), dan jika terdapat lebih dari 2 variabel (misalnya kelompok umur, kelompok sosial, dan lain-lain), digunakan uji Kruskal-Wallis. Pada semua prosedur, tingkat signifikansi P<0.05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Penelitian pada pasien dari Bagian restorasi Kedokteran Gigi meliputi 2374 pasien, yang terdiri dari 1152 wanita (rata-rata umur 43.3 tahun, SD:14.8) dan 1222 adalah pasien laki-laki (rata-rata umur :42.7 tahun, SD:14.1 tahun). Sebagian besar pasien memiliki asuransi kesehatan wajib (80.3 %, rata-rata umur:42.9 tahun; 49.8 % pasien wanita) dan hanya 19.7 % yang memiliki asuransi kesehatan pribadi (rata-rata umur:45.9 tahun: 43.9 % pasien wanita). Jumlah gigi yang hilang secara signifikan meningkat sesuai dengan dugaan peningkatan umur (P<0.001); dibandingkan dengan umur yang disesuaikan pada laki-laki, pasien wanita menunjukkan jumlah gigi yang lebih sedikit (tabel 1). Selain itu, pasien dari penelitian ini ditempatkan dalam 4 kategori sosial yang berbeda (kategori I-IV) berdasarkan pekerjaan dan tingkat pendidikan mereka (tabel 2).

Tabel 1. jumlah gigi yang hilang pada pasien laki-laki dan perempuan dan kelompok usia yang berbeda

Tabel 2. frekuensi relative dan distribusi umur dan jenis kelamin pada pasien dengan tingkat pendidikan berbeda

Kategori I (sekolah dasar), kategori II (sekolah menengah), kategori III (sekolah tinggi), kategori IV (tingkat perguruan tinggi)

Gambar 1 menunjukkan jumlah gigi yang tersisa yang dihubungkan dengan usia pasien dan kategori sosial mereka dan pada gambar 2 diperlihatkan hubungan antara tipe jenis restorasi pada tingkat pendidikan yang berbeda. Jumlah gigi yang rusak menunjukkan hubungan dengan golongan sosial pasien, yaitu golongan sosial yang lebih tinggi memiliki gigi yang rusak yang lebih sedikit. Jumlah lesi karies pada pasien kategori pertama rata-rata 1.1 (SD:2.7); rata-rata 1.2 karies gigi yang dicatat pada kategori II (SD: 2.1), pasien pada kategori ketiga menunjukkan rata-rata 1.1 gigi yang rusak (SD:1.7) sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan yang paling tinggi hanya memiliki 0.8 gigi yang rusak (SD: 1.4). Berkurangnya jumlah gigi sangat nyata pada pasien kategori I dan II dan pasien umur 60 – 80 tahun. Gambar 3 menunjukkan jumlah semua resorasi gigi seperti penambalan, perawatan endodontik, mahkota dan implan dalam hubungannya dengan kategori perbedaan usia.

Gambar 1. Hubungan antara jumlah gigi yang tersisa dan umur pada pasien dengan tingkat pendidika berbeda (kategori I-IV). Kategori I (sekolah dasar), kategori II (sekolah menengah), kategori III (sekolah tinggi), kategori IV (tingkat perguruan tinggi)

Gambar 2. Hubungan antara berbagai tipe restorasi pada pasien dengan tingkat pendidikan yang berbeda (kategori I-IV)

Gambar 3. Jumlah restorasi gigi untuk kelompok umur yang berbeda

Sampai tahun 40 tahun, diamati adanya peningkatan penambalan gigi, sedangkan dari tahun 40 tahun, pengurangan tambalan secara terus menerus perlu menjadi perhatian. Dengan adanya penurunan tindakan penambalan langsung, jumlah tindakan prostodontik meningkat. Terdapat distribusi jenis kelamin spesifik dari setiap penambalan gigi (composit, amalgam) dan bahan restorasi (keramik, metal murni) dihubungkan dengan kategori usia yang berbeda. Demikian juga pasien wanita memiliki jumlah gigi yang lebih sedikit, jumlah restorasi yang lebih banyak dan konsekuensinya memiliki tingkat karies gigi yang secara signifikan lebih rendah (P=0.001). Sebagai tambahan, jumlah restorasi komposit secara signifikan lebih tinggi (P=0.001) pada wanita dibandingkan laki-laki. Jumlah tambalan amalgam tidak menunjukkan adanya perbedaan klinis dalam kelompok umur dan jenis kelamin. Pasien yang memiliki asuransi kesehatan wajib meunjukkan bahan restorasi yang hampir sama dibandingkan dengan pasien yang memiliki asuransi pribadi. Bahan tambalan sewarna gigi yang berbahan dasar resin ditemukan pada pasien dengan asuransi kesehatan wajib pada 2.9 kasus (SD: 3.0); dan amalgam dengan nilai rata-rata 3.4 (SD:3.5); pasien dengan asuransi pribadi sebanyak 3.1 kasus (SD: 3.3). sama-sama kelihatan nyata bahwa jumlah mahkota metal-keramik secara signifikan lebih tinggi pada perempuan. Mengenai tindakan penambalan, tidak ada perbedaan mengenai jumlah total gigi yang ditambal (P=0.131) maupun penggunaan restorasi keramik (P=0.779) atau tambalan amalgam (P=0.231).

Diskusi

Pada penelitian ini, hubungan antara derajat restorasi gigi, pilihan bahan restorasi, tindakan restorasi, dan umur dan tingkat pendidikan pasien di rumah sakit universitas kedokteran gigi diperiksa. Penyaringan menunjukkan korelasi antara tingkat pendidikan dan jumlah gigi yang ada, yang mana telah diperkuat oleh beberapa penelitian lain. Pasien uji dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi rata-rata memiliki 1.5 gigi lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan pendidikan rendah atau tidak jelas (26.1 vs 24.6).

Akan tetapi, sejauh ini, tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dan penggunaan bahan gigi atau jumlah perawatan saluran akar. Restorasi yang lebih mahal dapat ditemukan pada pasien berpendidikan dan kurang berpendidikan. Melihat hasil ini, masih harus diingat bahwa hanya pasien dari rumah sakit universitas kedokteran gigi yang dimasukkan. Pasien ini telah dirawat disana selama beberapa tahun, juga telah mengikuti penelitian yang lain, atau mereka datang ke rumah sakit universitas untuk memperoleh perawatan yang lebih kuat dari mahasiswa kedokteran gigi. Aspek ini menggambarkan seleksi pasien khusus, yang mana tidak dapat dilihat sebagai sampel yang representatif untuk perawatan gigi pada populasi Jerman. Tinjauan kritik dan perbedaan penting mengenai tesis bahwa perempuan secara umum cenderung memiliki kesehatan rongga mulut dan restorasi gigi yang lebih bagus. Analisis data menunjukkan jumlah lesi karies yang lebih rendah pada perempuan termasuk persentase restorasi dengan tambalan sewarna gigi yang lebih tinggi, yang mana dapat ditelusuri adanya fakta bahwa perempuan lebih memiliki nilai estetik dan bahwa mereka lebih sering menggunakan tindakan profilaksis gigi yang disarankan. Selain itu, jumlah restorasi yang lebih tinggi dapat ditemukan pada perempuan yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka dibandingkan dengan jumlah total gigi dan sesuai dengan restorasi yang ditemukan pada laki-laki pada usia yang sama. Hubungan antara golongan sosial pasien dan kebersihan rongga mulut tidak dapat diuji pada penelitian ini, tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai nilai perbedaan restorasi gigi atau kondisi kesehatan gigi dan rongga mulut secara umum. Hanya ada sedikit pegaruh namun tidak signifikan dari komponen sosial terhadap pemilihan restorasi gigi. Kesimpulannya, dapat dinyatakan bahwa perbedaan sosial memiliki pengaruh minimal terhadap kesehatan rongga mulut. Namun penelitian yang membandingkan perbedaan tingkat pendidikan menyatakan bahwa perbedaan sosial dihubungkan dengan perbedaan kesehatan rongga mulut. Sikap terhadap kesehatan rongga mulut juga bergantung pada golongan sosial. Penemuan ini juga menemukan bahwa pasien dari golongan sosial yang lebih rendah cenderung kurang sering ke dokter gigi, dan oleh karena itu kondisi gigi mereka buruk. Hasil dari penelitian kami menunjukkan bahwa pasien rumah sakit universitas kedokteran gigi tidak menunjukkan perbedaan kepedulian terhadap kesehatan rongga mulut; oleh karena itu, perawatan gigi dilakukan terutama dan dengan sukses dengan perawatan gigi standar.

Simpulan

Hasil dari peneltian ini menunjukkan hubungan yang jelas antara jumlah gigi dan tingkat pendidikan pasien. Akan tetapi, pasien yang diperiksa dari fakultas kedokteran gigi menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antar tingkat pendidikan dan tipe restorasi gigi, tapi pasien perempuan memiliki jumlah gigi yang lebih sedikit dan restorasi yang lebih banyak.

<!– Facebook Badge START –><a href=”http://id-id.facebook.com/people/Harun-Zen/1181410109&#8243; title=”Harun Zen” target=”_TOP” style=”font-family: &quot;lucida grande&quot;,tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; font-variant: normal; font-style: normal; font-weight: normal; color: #3B5998; text-decoration: none;”>Harun Zen</a><br/><a href=”http://id-id.facebook.com/people/Harun-Zen/1181410109&#8243; title=”Harun Zen” target=”_TOP”><img src=”http://badge.facebook.com/badge/1181410109.1725.1115576618.png&#8221; width=”120″ height=”360″ style=”border: 0px;” /></a><br/><a href=”http://id-id.facebook.com/facebook-widgets/&#8221; title=”Buat lencana Anda sendiri!” target=”_TOP” style=”font-family: &quot;lucida grande&quot;,tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; font-variant: normal; font-style: normal; font-weight: normal; color: #3B5998; text-decoration: none;”>Buat Lencana Anda</a><!– Facebook Badge END –>